BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Koalisi Kampung Kota Luncurkan Manifesto Gerakan Publik Antipokir


Mataram — Koalisi Kampung Kota resmi meluncurkan Manifesto Gerakan Publik Antipokir, sebuah dokumen politik–moral yang menyerukan diakhirinya praktik Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD dalam perencanaan pembangunan daerah. Manifesto ini menjadi penegasan sikap publik bahwa anggaran pembangunan bukan komoditas politik, dan aspirasi masyarakat tidak boleh diperdagangkan demi kepentingan elektoral.

Manifesto yang dipublikasikan dalam beberapa lembar visual ini memuat Mukadimah, Seruan Aksi, Prinsip Dasar Gerakan, Tuntutan Gerakan, Komitmen Gerakan, hingga Penutup. Semua bagian tersebut menggambarkan satu pesan yang konsisten: Pokir harus dihapus, Musrenbang harus dipulihkan, dan anggaran harus kembali untuk rakyat.

Peluncuran manifesto ini juga merujuk pada gagasan konseptual yang sebelumnya ditulis oleh Muhammad F. Hafiz, Koordinator Koalisi Kampung Kota, dalam artikelnya berjudul “Mengakhiri Politik Proyek: Saatnya Pokir Dihapus dan Musrenbang Dipulihkan.” Artikel itu menjadi salah satu landasan argumentatif paling komprehensif mengenai urgensi reformasi tata kelola anggaran daerah.

Pokir: Antara Cita-Cita dan Patologi Kekuasaan

Dalam tulisannya, Hafiz menjelaskan bahwa Pokir pernah dimaksudkan sebagai instrumen penampung aspirasi masyarakat. Namun dua dekade implementasi desentralisasi menunjukkan evolusi yang berbeda: Pokir berubah menjadi daftar proyek by request dari anggota legislatif, yang seolah wajib masuk APBD agar pembahasan anggaran tidak macet.

Praktik ini menciptakan apa yang ia sebut sebagai “lingkaran moral hazard”: DPRD bukan hanya menyetujui dan mengawasi anggaran, tetapi ikut menentukan proyek yang mereka sendiri kelak awasi. Di titik inilah batas kewenangan kabur dan potensi konflik kepentingan tumbuh sistemik.

Lebih jauh, Hafiz menegaskan bahwa Pokir tidak memiliki fondasi konstitusional yang kuat. Tidak satu pun undang-undang memerintahkan DPRD untuk menentukan proyek pembangunan. Yang ada hanyalah kewajiban menyerap aspirasi masyarakat, bukan membagi proyek.

Isi Manifesto: 5 Prinsip, 5 Tuntutan, 6 Komitmen

Manifesto Gerakan Publik Antipokir menegaskan lima prinsip dasar, di antaranya bahwa anggaran publik bukan komoditas politik, aspirasi rakyat tidak boleh dijadikan alat barter kekuasaan, dan pembangunan harus berbasis kebutuhan, bukan kepentingan elektoral.

Di sisi tuntutan, gerakan ini meminta:

1. Penghapusan Pokir dari mekanisme perencanaan dan penganggaran daerah.

2. Revisi Permendagri 86/2017 untuk menghilangkan ruang Pokir dalam penyusunan RKPD.

3. Penguatan Musrenbang berjenjang sebagai satu-satunya pintu resmi usulan pembangunan masyarakat.

4. Digitalisasi penuh proses perencanaan–penganggaran untuk transparansi.

5. Pengembalian DPRD kepada tiga fungsi konstitusional: legislasi, penganggaran, dan pengawasan — tanpa proyek.

Sementara dalam komitmennya, gerakan ini menegaskan bahwa perjuangan Antipokir bukan gerakan anti-DPRD, melainkan penyelamatan martabat lembaga legislatif agar kembali kepada posisi mulianya: penjaga uang rakyat.

Seruan Aksi untuk Publik

Manifesto ini juga menyerukan aksi kepada:

- Masyarakat: menolak praktik percaloan proyek berkedok aspirasi.

- Jurnalis & akademisi: membuka riset dan informasi mengenai Pokir.

- Pemerintah daerah: membangun perencanaan berbasis data dan kebutuhan, bukan tekanan politik proyek.

- Anggota DPRD: berani memutus ketergantungan pada politik proyek.

- Organisasi masyarakat sipil: memperkuat kesadaran bahwa pembangunan adalah hak rakyat.

Gerakan Moral dan Gerakan Demokrasi

Dalam bagian penutup manifestonya, Koalisi Kampung Kota menegaskan bahwa gerakan ini bukan sekadar dorongan teknokratis, tetapi gerakan moral, gerakan demokrasi, dan gerakan penyelamatan masa depan daerah.

Manifesto ini membuka ruang bagi siapa pun untuk bergabung: aktivis, akademisi, mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, komunitas profesi, pemuda, bahkan warga biasa yang percaya bahwa anggaran publik harus kembali untuk kepentingan publik.

“Pokir harus dihapus. Musrenbang harus dipulihkan. Anggaran harus kembali ke rakyat.” demikian kalimat penutup manifesto yang menegaskan arah perjuangan.

Menguatnya Momentum Publik

Hafiz dalam tulisannya menilai bahwa momentum reformasi saat ini sangat kuat. Publik semakin kritis terhadap korupsi, sistem digital perencanaan sudah semakin matang, tekanan fiskal mendorong efisiensi anggaran, dan generasi muda menolak politik transaksional.

“Keberanian untuk menghapus Pokir bukan hanya mungkin, tapi mendesak,” tegasnya.

Koalisi Kampung Kota berharap manifesto ini menjadi pemantik gerakan nasional untuk mengakhiri politik proyek yang selama bertahun-tahun mencoreng wajah demokrasi lokal.(*) 

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.