Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana. Kesepakatan ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2026.
Selain MoU tingkat provinsi, penandatanganan juga dilakukan di level kabupaten/kota melalui perjanjian kerja sama (PKS) antara para kepala daerah dengan Kepala Kejaksaan Negeri se-NTB. Prosesi berlangsung di Pendopo Gubernur NTB dan disaksikan Wakil Jaksa Agung, Asep Nona Mulyana, Rabu (26/11/2025).
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, menyatakan bahwa kerja sama ini diarahkan untuk menghadirkan pemidanaan yang lebih humanis dan progresif. Ia berharap NTB menjadi daerah yang paling siap mengadopsi sistem baru tersebut.
“Ketika aturan resmi berlaku pada 1 Januari 2026, kita sudah siap mengimplementasikannya. Ini akan menyelesaikan banyak persoalan di sistem peradilan pidana, termasuk soal penumpukan tahanan,” ujar Iqbal.
Melalui PKS ini, pemerintah daerah akan memegang peran penting dalam pengelolaan fasilitas serta pengawasan program kerja sosial. “Teknisnya berkaitan langsung dengan penyediaan lapangan kerja sosial, sehingga gubernur dan bupati/wali kota menjadi bagian strategis dalam pelaksanaannya,” tambah Iqbal.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Asep Nona Mulyana, menekankan bahwa pidana kerja sosial merupakan instrumen untuk mempercepat reintegrasi pelaku ke masyarakat. Ia menyebut pendekatan ini bukan hanya pemidanaan, tetapi juga pemulihan sosial.
“Ini tanggung jawab bersama. Harapannya memberi kontribusi positif bukan hanya bagi pelaku, tapi juga bagi masyarakat dan daerah,” ujar Asep.
Asep menegaskan pentingnya edukasi dan penyusunan regulasi internal agar kebijakan berjalan efektif dan adil. Setiap jenis tugas sosial akan disesuaikan dengan kondisi terpidana, mulai dari usia hingga keahlian.(red)
Komentar0