BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Tambak Merajalela, Laut NTB Rusak seakan Kadislutkan Tampar Wajah Gubernur


Oleh : Ardiansyah Direktur NasPol NTB

Ketika kita bicara kerusakan laut di Nusa Tenggara Barat, itu bukan lagi sekadar wacana konservasi atau jargon “pembangunan berkelanjutan.” Ini adalah potret telanjang dari pemerintahan yang gagal menegakkan aturan dasar, gagal menjaga laut sebagai urat nadi hidup rakyat, dan gagal memastikan tambak udang tidak berubah menjadi mesin penghancur ekosistem.

Data tak bisa dibantah 99 persen tambak udang di NTB beroperasi tanpa izin lingkungan lengkap. Ribuan hektar pesisir dialihfungsi seenaknya, mangrove diratakan, padang lamun dimatikan, dan air limbah tambak kaya amonia, fosfor, serta antibiotik dibuang begitu saja ke laut. Ini bukan sekadar keteledoran administratif ini adalah pengabaian tanggung jawab yang brutal.

Sementara itu, terumbu karang di Gili Matra nyaris musnah. Tutupan karang hidup di beberapa titik hanya tersisa kurang dari 5 persen. Di Teluk Bima, pencemaran nitrogen melonjak tiga kali lipat dari ambang baku mutu. Nelayan tradisional semakin terdesak karena habitat ikan hilang, produksi merosot, dan konflik dengan pemilik tambak ilegal tak pernah benar-benar diselesaikan.

Pertanyaannya sederhana. Di mana peran Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB? Undang-Undang sudah jelas memberi kewenangan provinsi mengelola wilayah laut 0–12 mil, mengawasi izin pemanfaatan ruang laut, memastikan pengendalian pencemaran, serta menegakkan sanksi bagi pelanggaran. Namun yang terjadi selama ini hanya rapat seremonial, koordinasi tanpa hasil, dan pembiaran massif yang kian mempermalukan pemerintahan.

Komisi Pemberantasan Korupsi telah berkali-kali menegur. Laporan resmi pada 2025 menegaskan fakta memalukan: ribuan tambak ilegal beroperasi tanpa pengawasan memadai, perizinan carut-marut, dan potensi kebocoran PAD yang nilainya ratusan miliar rupiah dibiarkan menguap. Tidak ada alasan lagi untuk menunda tindakan tegas.

Jika Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB tidak mampu menegakkan regulasi paling dasar, Gubernur NTB tak punya pilihan lain selain melakukan evaluasi menyeluruh, bahkan mencopot jabatannya. Karena ketidakmampuan seperti ini bukan hanya merugikan lingkungan tetapi juga mencederai martabat pemerintahan, menghancurkan masa depan ekonomi pesisir, dan mempermalukan komitmen NTB sebagai daerah wisata bahari unggulan.

Publik tak membutuhkan pidato panjang yang menjanjikan “penataan perizinan.” Publik tak butuh sekadar wacana “pemulihan ekosistem” yang tak pernah berujung. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk mengakui kegagalan, lalu mengambil langkah konkret. Menutup tambak ilegal, menindak pemilik usaha yang mencemari laut, memulihkan mangrove, serta memastikan setiap izin diawasi ketat.

*Gubernur NTB harus ingat* Laut yang hancur hari ini adalah cermin kepemimpinan yang gagal. Jika pembiaran ini diteruskan, generasi berikutnya hanya akan mewarisi pantai mati, karang busuk, dan air laut beracun. Jika Kepala Dinas tidak punya kapasitas dan nyali untuk bertindak, sudah saatnya ia diganti.

Karena urusan kelautan bukan main-main. Karena masa depan NTB tidak bisa diserahkan pada birokrasi yang hanya pandai rapat, tapi tak berani bertindak.

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.