Oleh: Dharojatun (Aktivis Muda Sumbawa pejuang PPS)
Sudah lebih dari dua dekade kami masyarakat Pulau Sumbawa, bersuara. Bukan sekadar bersuara tetapi menyuarakan sesuatu yang lahir dari rahim sejarah, dari duka pembangunan yang timpang, dari harapan yang tak kunjung di genggam. Suara yang kami kumandangkan bukan nyaring karena kepentingan elit, bukan lantang karena ambisi jabatan. Ini suara ketulusan dari masyarakat yang merindukan keadilan struktural.
Selain dukungan, ada juga narasi miring terkait Isu pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa. Katanya isu ini hanya alat segelintir elit politik, konon untuk memperkuat posisi tawar di birokrasi pemerintahan provinsi NTB. Ada yang menyebut ini hanya manuver untuk memastikan bahwa kursi Sekretaris Daerah NTB dan posisi lainnya diberikan kepada putra-putri yang berasal dari Pulau Sumbawa. Sebuah tudingan yang cukup terus terang, membuat kami geleng kepala.
Padahal kami tak pernah kelaparan jabatan. Kami pernah punya Gubernur dari Pulau Sumbawa. Wakil Gubernur pun pernah tiga periode berturut-turut berasal dari sini. Selain itu kami juga punya tokoh-tokoh berpengaruh dalam sejarah Indonesia, ada Laksamana Madya TNI. H. L. Manambai Abdul Kadir, Bapak Otonomi Daerah Indonesia Dr. H. L. Mala Sjarifuddin, SH., DESS, ditambah lagi dengan Syaikh Zainuddin At Tepali yang diakui sebagai mahaguru ulama-ulama Nusantara.
Jika soal posisi, sejarah telah mencatat bahwa kami tidak kekurangan peran dalam konstelasi politik NTB. Tapi jabatan-jabatan itu tidak pernah kami elu-elukan sebagai kemenangan. Karena bagi kami, jabatan hanyalah ruang kerja sementara. Sementara suara rakyat yang meminta keadilan dan pemerataan pembangunan adalah amanat yang wajib di indahkan.
Lalu kenapa kami kembali bersuara hari ini?
Karena kenyataan di lapangan semakin menguatkan keyakinan kami bahwa sudah waktunya Pulau Sumbawa berdiri menjadi provinsi sendiri. Pembangunan yang timpang bukan lagi opini. Ia menjelma dalam bentuk jalan-jalan berlubang, desa-desa terisolasi, pelayanan publik yang belum merata, dan ketimpangan ekonomi yang mencolok antara Lombok dan Sumbawa. Sementara di Pulau Lombok, nyaris tak ada lagi daerah yang masuk kategori “tertinggal”. Di Sumbawa, situasinya jauh berbeda.
Provinsi Pulau Sumbawa bukan proyek politik. Ini adalah gerakan sosial. Ini adalah panggilan sejarah. Ini adalah upaya untuk meratakan harapan di tanah yang selama ini hanya dijanjikan, tetapi jarang disentuh. Jika hari ini gerakan ini kembali menggema, itu bukan kepentingan elit politik manapun, melainkan karena ada kesadaran kolektif dari masyarakat yang lelah merasa dianaktirikan.
Kalau ditanya soal Kesiapan? Pulau Sumbawa lebih dari kata siap.
Pulau Sumbawa memiliki sumber daya alam yang melimpah: tambang, laut, lahan subur, hingga potensi peternakan. Kami memiliki sumber daya manusia yang berkembang pesat, anak-anak muda yang terdidik, tokoh-tokoh adat yang bijak, para birokrat yang berpengalaman, serta jejaring sosial yang kuat. Kalau hanya mengandalkan “kekhawatiran” atas APBD dan jumlah SDM, maka tak satupun provinsi baru di negeri ini akan pernah lahir.
Setiap mimpi besar memang dimulai dengan keraguan. Tapi bukankah kita sudah terbiasa melangkah meski dalam gelap? Maka biarkan ini menjadi langkah awal. Bukan akhir dari kebersamaan, tapi awal dari pertumbuhan yang adil. Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa bukan untuk menciptakan sekat, tetapi jembatan. Ia bukan untuk memisahkan, tapi untuk menguatkan otonomi. Karena kami percaya, mendekatkan pusat pemerintahan dengan rakyat akan mempercepat pembangunan, memperkecil ketimpangan, dan memperbesar peluang masa depan. Itu kata Jared Diamond dalam Gun, Gums And Steell.
Dan saya percaya: saat Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa melangkah sebagai dua provinsi yang saling menguatkan, keduanya akan melompat jauh. Karena kadang, untuk tumbuh, kita perlu ruang. Dan untuk ruang itu, kita sedang berjuang.
Sudah saatnya Pemerintah Pusat mendengar kembali suara dari Timur ini. Bukan suara elite, bukan pula rekayasa politik. Tapi suara yang tumbuh dari tanah, dari kampung-kampung, dari petani, nelayan, dan anak-anak muda yang menatap langit Sumbawa dengan harapan baru. Provinsi Pulau Sumbawa adalah jalan tengah untuk membangun Indonesia yang lebih setara.
Dari pinggiran, untuk kemakmuran.
Kamis, 15 Mei 2025
#ProvinsiPulauSumbawa
Komentar0