BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Konsep Bhineka Tunggal Ika Berdasarkan Al-Qur’an

Presiden RI pertama, Bung Karno, menyampaikan pandangan-pandangannya di depan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-15 yang diselenggarakan pada 30 September 1960. Dalam pidato pandangannya tersebut, Bung Karno banyak mengkritisi kolonialisme, imperialisme dan peran PBB. Isi paragraf pertama, Bung Karno menyampaikan pidatonya dengan mengutif ayat Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13. Ayat yang syarat dengan makna dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal ini membuat pemandangan tak biasa dan bahkan membuat heboh suasana, lantaran yang menyampaikan adalah seorang pemimpin revolusi dan juga pembaharu Islam. Hal ini disampaikan Dr. Sukidi dalam diskusi yang bertajuk “Bhineka Tunggal Ika” yang ditayangkan melalui kanal YouTube BKNP PDI-P pada Jumat (07/5/2021).

“Karena ayat itu memberikan makna yang sangat dalam sekali, karena itu di ucapkan oleh seorang Bung Karno sebagai pemimpin revolusioner dan juga sekaligus pembaharu Islam,” jelas Sukidi.

Republik Indonesia sejak kelahirannya memang dirancang oleh para pendirinya, para pendahulu kita, untuk menjadi negara pluralis, negara bhinneka yang inklusif lagi toleran, negara “satu untuk semua, semua untuk satu”, negara “Bhinneka Tunggal Ika”. 

Bung Karno dengan bangga mengutif Ayat Al-Qur’an di depan para pemimpin Dunia, apalagi di Jazirah Arab yang kerap berkonflik. Bung Karno sedang memperkenalkan, bahwa Negara kesatuan Republik Indonesia yang bhineka ini, di rumuskan berdasarkan tuntunan dan ajaran Al-Qur’an. Sistem kebhinekaan yang di perkenalkan Bung Karno, merupakan ejawantahan dari Al-Qur’an untuk diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Orientasi pada qur'an adalah salah satu orientasi yang mewarnai pikiran Bung Karno. Karena rujukan beliau kepada surat itu menjadikan suatu inspirasi betapa bung karno itu menyadari betul bahwa kita diciptakan dari berbagai bangsa, diciptakan bersuku-suku dan berbeda-beda. Ini adalah kehendak Tuhan,” lanjut Sukidi.

Oleh karena itu menjaga dan memperjuangkan kebhinnekaan agar tetap menjadi warna dan nuansa Republik, merupakan kewajiban dan tanggung jawab kita semua sebagai pewaris Indonesia merdeka. Membiarkan intoleransi, diskriminasi, persekusi, dan segala ancaman atas kebebasan beragama/ berkeyakinan sebagai salah satu ruh kebhinekaan nyata-nyata merupakan pengkhianatan atas amanat kebangsaan yang dimandatkan kepada kita sebagai penerus dan pengisi kemerdekaan Indonesia.

Tuhan menciptakan kita bukan untuk saling memusuhi, bukan untuk saling menebar kebencian dan bukan untuk berperang satu sama lain, tetapi untuk saling mengenal. Inilah yang kemudian akan menjadi kunci keberhasilan konsep bhineka. Konsep bhineka akan terwujud di negeri yang kita cintai ini dimulai dari saling menganal satu sama lain tanpa memperdulikan suku, ras, dan agama.

“Saling mengenal itu adalah kondisi awal dari satu kebhinekaan itu sendiri. Kebhinekaan hanya mungkin terwujud, ketika kita ada kehendak untuk mengenal satu sama lain, mengenal tetangga, mengenal tetangga yang lebih jauh, mengenal sanak famili yang lebih jauh, mengenal masyarakat kita yang berbeda suku, agama dan ras,” jelas Sukidi.

Kemudian Sukidi menjelaskan lebih lanjut konsep berhasilnya bhineka, setelah berusaha saling mengenal antara satu dengan yang lain, Sukidi menambahkan harus adanya sikap respek dan saling peduli diantara sesama. Sikap respek dan kepedulian harus tumbuh secara alami dari setiap diri manusia, bukan hanya karena dorongan golongan-golongan tertentu yang nantinya hanya akan mereduksi makna kepedulian.

“Respek dan dan saling menghargai itu persyarata lanjutan dari kebhinekaan itu sendiri. Kebhinekaan bisa terwujud ketika kita mempuyai sikap saling menghargai, saling menghormati, saling respek. Karena kalau tidak kebhinekaan itu tidak mungkin terwujud, kebhinekaan hanya akan menjadi patamorgana, hanya menjadi angan-angan,” jelas Sukidi.

Cita-cita luhur bangsa Indonesia yaitu untuk melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Dengan adanya Bhinneka Tunggal Ika, masyarakat Indonesia yang beragam akan bersatu padu jika ada faktor luar yang mengancam kedaulatan negara. Semua manusia mempunyai nilai yang sama di hadapan Tuhan dan sesame manusia, oleh karenanya lewat konsep Bhineka ini bung Karno menginginkan terwujudnya hidup gotong royong yang tidak memandang suku, agama dan ras.

“Kutipan pidato bung Karno, inna akramakum 'indallahi atqakum, sebenarnya kita itu setara di hadapan Tuhan dan setara diantara sesama manusia. karena itu tidak ada kelebihan antara satu golongan di atas golongan lain,” pungkas Sukidi.

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.