BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

PKS Menilai Audit Berkala Penerbangan Lebih Utama

Jakarta, - Sejak jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air bernomor SJ 182 pada tanggal 9 Januari 2021 lalu, muncul berbagai pertanyaan mengenai penyebab jatuhnya pesawat dan permasalahan keselamatan transportasi udara di Indonesia, meski Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sendiri baru mengeluarkan investigasi sementara pada tanggal 12 Januari 2021 lalu. Hal ini wajar mengingat tahun 2020 lalu saja telah terjadi 7 kecelakaan pesawat di Indonesia. Selain itu, kecelakaan mematikan pesawat komersial juga sudah 3 kali terjadi dalam 7 tahun terakhir. Demikian diterangkan Suryadi JP anggota komisi V DPR RI dari F-PKS kepada media ini, Rabu (13/1/2021).

"Situs pemeringkatan maskapai AirlineRatings pada awal tahun 2021 lalu pernah mengeluarkan peringkat maskapai paling aman melingkupi 358 maskapai di seluruh dunia. Peringkat maskapai ini berdasarkan jumlah kecelakaan pesawat akibat kelalaian pilot, rekam jejak kecelakaan suatu maskapai dalam 10 tahun terakhir dan kepatuhan pada protokol kesehatan Covid-19. Peringkat ini mempertimbangkan pula hasil audit lembaga seperti Audit Keselamatan Operasional Internasional - Operational International Safety Audit (IOSA) dari Asosiasi Maskapai Penerbangan Internasional - International Air Transport Association (IATA)," kata anggota Dewan dapil NTB II Pulau Lombok ini.

Disebutkannya, Indonesia menyumbang lima maskapai dalam pemeringkatan itu, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, AirAsia Indonesia, dan Express Air. Dalam hal safety rating, Sriwijaya Air meraih yang terburuk, hanya 1 (satu) bintang dari total 7 bintang. Sementara Garuda Indonesia (5 bintang), Citilink (5 bintang),  AirAsia Indonesia (3 bintang),  dan Express Air (4 bintang). Dalam hal protokol kesehatan Covid-19, Sriwijaya Air dan Express Air sama-sama tercatat tidak mematuhinya.

"Sedangkan dalam hal Audit Keselamatan Operasional Internasional (IOSA), Indonesia hanya mendaftarkan 5 maskapai, yaitu Garuda Indonesia, AirAsia Indonesia, Lion Air, Batik Air, dan Wings Air. Itupun Garuda Indonesia sudah habis masa berlakunya sejak tanggal 8 September 2020 dan belum didaftarkan ulang karena adanya pandemi Covid-19," ungkapnya.

Dilanjutkannya, dalam hal audit keamanan dan keselamatan oleh Basic Aviation Risk Standard  (BARS) dari yang dikeluarkan oleh lembaga independen taraf internasional, Flight Safety Foundation, tercatat ada 11 maskapai dari Indonesia, salah satunya Sriwijaya Air  yang mendapatkannya sejak bulan sejak Maret 2020. Dari 11 maskapai tersebut, 3 maskapai sudah tak beroperasi lagi seperti Adam Air, Merpati Airlines, dan Mandala Airlines. 

"Dari audit keselamatan penerbangan di atas, yaitu IOSA dan BARS, masih sedikit maskapai di Indonesia yang terdaftar. Hal ini adalah ironis karena menurut situs Direktorat Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, ada 21 maskapai transportasi penumpang yang masih beroperasi sampai sekarang. Dengan begitu banyaknya kemudahan pendirian maskapai oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menghapus UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pasal 118 ayat 2 mengenai ketentuan berapa banyak minimal pesawat udara yang harus dimiliki, sudah seharusnya audit keselamatan di atas lebih serius diperhatikan Pemerintah. Juga pengubahan Pasal 118 ayat 1 huruf f yang tadinya mewajibkan angkutan udara niaga untuk melaporkan kegiatan angkutan udara setiap bulan sekarang tidak lagi disebutkan secara pasti jangka waktunya, padahal untuk angkutan udara bukan niaga pada Pasal 118 ayat 3 huruf c  jangka waktu pelaporan tidak diubah tetap setiap bulan," tukasnya.

"Bagaimana dengan pemeringkatan keselamatan penerbangan di Indonesia? Sejak tahun 2015, Kementerian Perhubungan memberikan Penilaian Keselamatan Transportasi /Transportation Safety Award (TSA), namun ini adalah untuk seluruh moda angkutan publik, termasuk maskapai. Terakhir digelar tahun 2019, tak ada kategori penyelenggara jasa angkutan udara yang meraihnya. Terakhir maskapai yang mendapatkan untuk moda transportasi udara adalah Citilink pada peringkat pertama, disusul Garuda Indonesia dan AirAsia Indonesia. Bagaimana dengan Sriwijaya Air? Maskapai ini pernah mendapatkan peringkat ke-2 jenis moda angkutan udara di bawah Garuda Indonesia pada tahun 2015, atau lebih dari 5 tahun lalu," imbuhnya. 

Selain itu ujarnya, audit keselamatan penerbangan saat ini dilakukan oleh Direktorat Kelaikan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan yang menerbitkan Certificate of Airworthiness atau Sertifikat Kelaikan Udara sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 38 Tahun 2001 tentang Standar Kelaikan Udara Untuk Pesawat Udara Kategori Transport.

"Oleh karena sangat tingginya kecelakan pesawat sipil di Indonesia (nomor 8 dunia dan nomor 1 di Asia), hendaklah Pemerintah mulai membenahi kembali audit keselamatan penerbangan di Indonesia. Fraksi PKS berpendapat, masih sangat sedikitnya maskapai yang terdaftar dalam audit keselamatan internasional padahal pendirian maskapai saat ini dipermudah, harus juga menjadi perhatian Pemerintah. Hal ini meskipun peringkat keselamatan penerbangan Indonesia sudah menempati peringkat ke-55 dari  Organisasi Penerbangan Sipil Internasional - International Civil Aviation Organization (ICAO). Tidak perlu Pemerintah membuat peringkat maskapai-maskapai di Indonesia, namun pastikan audit keselamatan penerbangan internasional seperti IOSA dipenuhi oleh semua maskapai tersebut. Bukan berarti maskapai yang belum melakukan IOSA tidak aman. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa maskapai dengan IOSA lebih aman daripada yang belum," ungkapnya.

Harus diakui tegasnya, pandemi Covid-19 menyebabkan industri penerbangan komersial terpaksa melakukan efisiensi untuk bertahan. Oleh karena itu, Fraksi PKS meminta Pemerintah juga secara serius mengevaluasi apakah pandemi yang menyebabkan perusahaan penerbangan melakukan langkah efisiensi, dan banyak pesawat yang diparkir mempengaruhi perilaku manajemen dalam melakukan perawatan pesawat yang ujungnya akan berdampak pada faktor keselamatan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan harus terus memantau dan mengawasi kinerja maskapai-maskapai penerbangan terutama yang menyangkut keselamatan penerbangan.(r)


Komentar0

Type above and press Enter to search.