BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

NTB Hijau & Zero Waste Adalah Industrialisasi

Mataram, - Industri bibit tanaman diharapkan dapat mendukung program NTB Hijau selain industrialisasi pengolahan hasil hutan dan pengolahan sampah dalam program unggulan NTB Zero Waste. Wakil Gubernur, DR Hj Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, industri bibit tanaman hias langka dan mahal kini sedang marak. Selain itu, industri bibit dapat mendukung program NTB Hijau dalam menyediakan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi tanah agar dapat tumbuh hijau dan subur. Penghijauan daerah kering dan pemanfaatan lahan harus dibuatkan panduan pengelolaan lahan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar selaras dengan program pembibitan. Beberapa jenis tanaman hias seperti dikatakan Wagub dapat bernilai jutaan sampai miliaran rupiah.

“Sehingga nanti program penghijauan, bibitnya sesuai dengan kondisi tanah dan bibit tanaman yang sesuai itu bisa diperoleh di NTB tidak membeli keluar lagi. Jadi tidak asal tanam tapi memiliki nilai lingkungan dan ekonomis. Apalagi bisa mengembangkan jenis bibit tanaman yang langka dan mahal yang sekarang sedang menjadi industri yang diminati”, ujar Wagub Rohmi saat Rapat Koordinasi Program Unggulan NTB Zero Waste dan NTB hijau, bertempat di Ruang Anggrek Setda, Senin (05/09).

Wagub berharap selain pengembangan program bibit untuk NTB Hijau seperti Lamtoro, Trembesi dan sejenisnya serta tanaman yang diolah menjadi pakan ternak dan tanaman produktif lain, ia menilai perlu dikembangkan jenis tanaman bernilai ekonomis mahal maupun jenis tanaman lain yang dapat tumbuh di hutan tanpa harus merusak hutan itu sendiri. 

Begitupula dengan Zero Waste dengan strategi pengurangan dan penanganan sampah yang kini telah menjelma menjadi industri atau mendukung industri lain dalam manajemen pengelolaannya. Dikatakan Wagub, setelah bahan baku sampah dan sarana prasarana pengolahan maka pemanfaatannya harus dikaji lagi. Misalnya pemanfaatan BSF maggot, composter bag dengan kompos cair dan lainnya. Oleh karena itu, Wagub menekankan pola koordinasi yang luwes antar OPD seperti Dinas LHK, PMPD, Pertanian dan lainnya.

Target pembibitan yang bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemdes dan Dukcapil saat ini sebanyak 20 ribu bibit. Sebagai program berbasis desa, secara teknis harus dikawal agar 486 desa se NTB dapat menganggarkan pelaksanaannya juga pelibatan posyandu dan bank sampah melalui pendamping desa. 

“Dalam Musyawarah Desa sudah dibicarakan, tinggal memetakan mana desa yang potensial untuk didorong agar menjadi pilot project”, jelas Kepala Dinas PMPD, Dr H Ashari.

Kepala Dinas LHK, Madani Mukarom mengatakan realisasi NTB Hijau hingga September 2020 sebesar 18 persen dari target 7 Ha lahan. Adapun di etalase public seperti jalan utama telah dilakukan MoU dengan balai jalan nasional untuk penghijauan dengan trembesi yang akan dikerjakan serentak pada Desember mengikuti musim penghujan. Sementara angka pengurangan sampah sebanyak 2,75 persen (71,62 ton perhari) dan penanganan 35,58 persen (952,96 ton perhari).

Untuk dukungan sarana pengolahan hasil hutan bukan kayu saat ini sebanyak 122 unit mesin untuk 12 jenis komoditas yang dikelola oleh 300 Bumdes. Sementara pengembangan wisata alam kawasan hutan terdapat 23 unit pengelola usaha oleh lima Bumdes, tiga Pokdarwis dan 11 koperasi dalam bentuk homestay, camping ground dan lain lain. Selain itu, tutupan lahan di NTB angkanya meningkat dari 2018 lalu sesuai data Kementerian LHK. 

Beberapa strategi lingkungan itu seperti dipaparkan Dinas Lingkungan Hidup NTB dalam mewujudkan NTB Hijau adalah pelibatan masyarakat desa di pesisir hutan untuk mulai menanam tanaman produktif di areal perhutanan sosial. Progress strategi ini yang sudah berproduksi seperti Industri Kayu Lima Sejahtera di Lombok Tengah yang menghasilkan 40 kubik perhari dan telah mengekspor ke Maroko sebanyak 100 kubik pada  bulan ini. Industri tanaman minyak atsiri di KLU, Lotim dan Sumbawa untuk kebutuhan pasar ekspor dan nasional, industri bambu dari bahan baku hutan rakyat di Lombok dan Sumbawa serta industri pakan ternak dan hijauan di Sumbawa dan Sekotong berupa lamtoro dan tanaman fast growing lainnya.

"Selain menunjang recovery dan penghijauan, industri ini juga memberi kontribusi pada pendapatan asli daerah dan masyarakat. Ini bisa jadi masa depan industri kehutanan karena sudah ada buyer dan offtaker untuk secure market dan kita sudah mendahului provinsi lain dari kontribusi KPH", jelas Madani.

Selain pelibatan investasi swasta di sektor kehutanan, masyarakat melalui Bumdes dan anggaran desa telah memulai untuk penyediaan bahan baku pasar ini. Di kabupaten Sumbawa Barat sudah ada 17 Bumdes yang berpartisipasi dengan pemberian stimulus ekonomi industrialisasi hasil hutan.

Progress penghijauan sendiri pada 2020 menjangkau seluas 4.641 Ha lahan dari 152 ribu hektar pada 2023 yang harus terus dievaluasi melalui perlindungan kawasan hutan dari penjarahan, kebakaran hutan dan alih fungsi hutan oleh masyarakat.

"Di kota sebagai etalase capaian dan episentrum sampah, kita sudah berkomitmen dengan 50 kelurahan dan 18 pasar. Begitu juga dengan fasilitas umum, fasilitas sosial dan tempat umum seperti sungai, bantaran kali dan pinggiran jalan utama terus kita perbaiki kebersihannya", pungkas Madani.(red)

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.