BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Perbankan Sangat Pruden, Krisis 1998 tak akan Terulang


Jakarta, - Kondisi ekonomi yang saat ini sedikit melambat akibat Pandemi Covid-19 diyakini tak akan menimbulkan keterpurukan seperti pada krisis ekonomi Asia 1998 dan krisis finansial global 2008.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengomentari situasi ekonomi dan perbankan di tanah air, regional maupun global akhir-akhir ini.

“Kalau dilihat dari pola pengawasan perbankan, saya rasa kondisi sekarang lebih baik bila dibandingkan dengan yang kita hadapi di tengah krisis moneter regional tahun 1997 dan 1998 serta juga krisis keuangan akibat subprime mortgage di tahun 2008,” kata Andry, Rabu (15/7).

https://youtu.be/_tZJXrSxnlM

Ia menjelaskan, saat peristiwa ‘krismon’ 1997-1998, awalnya terjadi krisis nilai tukar kemudian berlanjut krisis di sektor koorporasi dan akhirnya menular pada krisis perbankan.

“Waktu itu kita masih ingat ya, adanya mismatched antara nilai tukar, juga antara besaran tenor dan pinjaman. Artinya, memang pada saat itu, pengawasannya relatif lebih rendah dibandingkan dengan apa yang kita hadapi saat ini,” ungkapnya.

Sementara itu, saat menghadapi krisis ekonomi akibat persoalan yang mulanya terjadi di AS pada tahun 2008, kondisi perbankan kita sebenarnya sudah relatif lebih baik.

https://youtu.be/RMT1Y83kx0M

“Kalau kita lihat dengan keadaan sekarang, kondisi perbankan kita jauh lebih baik lagi. Perbankan kita saat ini sudah sangat pruden,” tegasnya.

Andy mencontohkan, sampai saat ini, indikator keuangan, baik parameter Rasio Kecukupan Modal (CAR) maupun kredit bermasalah (NPL) perbankan kita masih dalam batas-batas wajar, sehingga kita yakin bisa survive dalam situasi krisis ekonomi akibat Pandemi Covid-19 ini.

“Yang pasti, kita sepakat bahwa yang kita alami ini merupakan sebuah krisis yang belum pernah kita hadapi semua. Krisis yang dimulai dari krisis kesehatan kemudian merembet ke sektor lain, dan yang paling besar terdampak yakni UMKM,” urainya.

Andry memaparkan, hal inilah yang membedakan antara krisis yang terjadi saat ini dengan 1997 dan 2008.

“Kalau krisis 1997 memang Indonesia terkena dampak besar, tapi awalnya karena krisis nilai tukar di Thailand. Sedangkan krisis 2008 episentrumnya di Amerika Serikat. Keadaan saat ini, bermula dari krisis kesehatan yang terjadi di 200 negara terdampak,” paparnya.

Dari awalnya krisis di sektor kesehatan,  Pandemi Covid-19 menyebabkan efek domino di berbagai bidang, yang terkait juga dengan sektor luar negeri misalnya terkait dengan perdagangan, perjalanan, pariwisata dan lain sebagainya.

“Otomatis dampaknya buat perbankan, dan yang paling terkena buat perbankan yakni penurunan kualitas aset. Dari awalnya nasabahnya bagus, namun karena usahanya tidak bisa beroperasi saat masa PSBB kemarin, stop dulu kemudian sekarang bisa beroperasi lagi. Yang pasti, kemungkinan NPL nya meningkat,” terangnya.

Namun, Andry kemudian mengapresiasi langkah Presiden Jokowi merilis Perpu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

“Adanya pelonggaran, stimulus, dan relaksasi yang memberikan restrukturisasi itu memberikan dampak yang positif untuk perbankan dan sektor riil,” katanya.

Demikian pula dengan dua kebijakan lain, yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 serta Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.05/2020 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional.

“Jadi berbagai kebijakan yang diluncurkan pemerintah ini memang suatu hal yang positif untuk menopang perbankan dan sektor riil,” tegasnya.

Ditambah lagi, Andry Asmoro menekankan, dilihat dari data kecukupan modal, kekuatan kondisi perbankan kita saat ini memiliki modal yang paling tinggi se-ASEAN sehingga mampu mengcover berbagai risiko, paling tidak sampai dengan akhir tahun.

“Untuk tahun depan pun, OJK pasti akan mensupport sektor riil dan juga perbankan kita. Ini yang memberikan optimisme, walaupun situasi sulit seperti saat ini, perbankan Indonesia masih kuat untuk menghadapi krisis akibat Pandemi Covid-19,” pungkasnya.(red)

Komentar0

Type above and press Enter to search.