BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Dinamika Kepemilikan Tanah Masyarakat Adat Cek Bocek di Sumbawa


Oleh : Irawansyah

Masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen Sury merupakan  masyarakat adat yang hidup secara asal usul turun temurun di bagian selatan pulau Sumbawa yang sekarang termasuk ke dalam Kecamatan Ropang. Mereka memiliki bahasa tersendiri yang berbeda dengan Bahasa Samawa, yang disebut Bahasa Berco. Dengan bahasa khas yang di miliki oleh Masyarakat Cek Bocek Selesek Reen Sury tentu ini sudah menjadikan mereka berbeda dengan masyarakat Sumbawa pada umumnya.

Masyarakat adat Cek Bocek mulai membentuk pemerintahan pada tahun 1512 dimasa pemerintahan kedatuan pertama Dewa Awan Maskuning yang mengepalai 140 Kepala Keluarga. Dodo, Selesek, Sury, Lebah, Beru dan Jeluar. Sekarang mereka sudah menyebar dan tinggal di Lawin, Lebangkar, Ledang dan lunyuk. Tapi mereka masih menjaga wilayah adat mereka dengan beberapa kegiatan adat di wilayah tersebut.

Walaupun sudah banyak penyebaran keturunan masyarakat Cek Bocek dibeberapa desa di Sumbawa bahkan diluar daerah saat ini tidak dapat dilepas dari ikatan adat yang telah turun temurun. Hal ini dapat dilihat ketika penggunaan bahasa Cek Bocek masih digunakan saat ketemu, baik di desa adat maupun saat diluar daerah. Tapi walaupun demikian harus diakui bahwa saat ini tidak semua tradisi adat bisa dilakukan oleh masyarakat adat cek Bocek yang telah menyebar. karena tradisi adat cek Bocek memiliki khas sendiri, misalnya suara kubur adan ritual adat karena untuk melakukan kegiatan tersebut harus di tempat  adat yang telah disepakati dari Saman dahulu.

Tata Ruang Wilayah Adat

Secara umum masyarakat Sumbawa belum begitu mengetahui tentang keberadaan masyarakat adat Cek Bocek, masyarakat hanya mengetahui bahwa ada kelompok masyarakat Sumbawa yang tinggal di bawah penggunungan diwilayah selatan Sumbawa dan mereka memiliki bahasa yang berbeda. Kendati demikian, masyarakat adat Cek Bocek dari dulu juga sudah memperkenalkan beberapa ritual adat yang sering dilakukan tapi masyarakat Sumbawa juga hanya menggap bahwa kelompok tersebut adalah kelompok yang hanya tinggal di daerah penggunungan dengan kebiasaannya. Misalnya seperti mengelola hutan secara tradisional dan menfaatkan isi hutan sebagai sumber penghidupan selama ini.
Wilayah adat masyarakat adat Cek Bocek digunakan untuk kebutuhan keberlangsungan hidup mereka sehari-hari seperti digunakan sebagai tempat berburu, petani kebun/tanam kopi, kemiri, membuat gula aren dari air enou peternak madu, peternak sampi (lar), Oman (sawah) kelola Gaharu dan lain-lain. Namun disisi lain yang paling penting kegunaan wilayah adat Cek Bocek dapat dipergunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan ritual adat seperti ritual adat Pungka Inu, Ngajang, Eneng Uran, Jango Kuber, dan Zadakah Zakat yang di lakukan setiap musimnya. Kegiatan ritual adat tersebut adalah kegiatan yang tidak bisa dipisahkan antara masyarakat adat Cek Bocek dengan wilayah adatnya.

Sebagaimana yang terurai dalam panduan pemetaan partisipatif pada tahun 2014, bahwa bahwa luas wilayah adat dari masyarakat Cek Bocek Selesek Reen Sury berdasarkan hasil pemetaan partisipatif sebesar 28.975,74 Ha (289 km2) atau sekitar 3.46 % dari luas Kabupaten Sumbawa 837.403,18 Ha. Luas wilayah adat tersebut komunitas adat Cek Bocek telah membagi peruntukannya, ada untuk kebutuhan ekonomi, ritual adat, hutan adat, hak kelola pribadi, kelompok dan milik pribadi.

Dalam wilayah adat Cek Bocek bahwa orang luar atau pendatang dapat memperoleh tanah dari tanah adat di Cek Bocek dengan cara menjadi warga adat Cek Bocek. Adapun  cara untuk menjadi warga adat Cek Bocek cukup patuh dan taat kepada aturan hukum adat yang dikeluarkan oleh adat Cek Bocek. Misalnya warga Lombok/Sasak yang saat ini tinggal di desa Lawin dan mau mengikuti aturan-aturan yang ada di komunitas adat maka berhak mendapat bagian pemberian tanah adat oleh Cek Bocek yang diberikan oleh kepala adat. Begitu juga yang melakukan proses perkawinan misalnya orang komunitas adat menikah dengan orang yang bukan dari komunitas adat, maka otomatis akan bertambah jatah tanah adat selain apa yang sudah diperoleh dari suami//istri dari warga adat tersebut maka ketika sudah ada hubungan perkawinan maka suami/istri akan mendapat bagian tambahan dari tanah adat tersebut.

Tanah adat ini dibagi dalam bentuk kaplingan atas persetujuan kepala adat. Baik masyarakat yang menetap di wilayah adat maumpun masyarakat cek bocek yang tinggal di daerah lain. masyarakat Cek Bocek, akan tetap mendapatkan hak bagian tanah adat  dari Cek Bocek. walaupun sudah menjadi warga adat lain tetapi secara hak asal usul tidak bisa lepas dan bagian dari Cek Bocek. Wilayah adat merupakan wilayah mendiami dari kesatuan masyarakat hukum adat tersebut, yang memeliki batas-batas tertentu baik itu dituangkan dalam kertas mapun diberikan petunjuk berdasarkan penanda alam. Seperti diketahui luas wilayah adat  Cek Bocek Selesek Reen Sury yang meliputi, Selesek, Sury, Dodo, berjumlah 28.000 Ha merupakan hasil pemetaan partisipatif masyarakat adat Cek Bocek Selesek Reen Sury Tahun 2010.

Keberadaan masyarakat hukum adat tetaplah masyarakat hukum  yang mempunyai susunan asli dengan hak asal-usul secara turun temurun. Hukum adat hanyalah salah satu aspek dari kelengkapan sosial politik yang dimiliki masyarakat ini, sehingga tidak tepat bilamana kelompok ini direduksi sekedar sebagai masyarakat hukum adat saja. Dengan cara yang sama kita tidak mungkin menggunakan istilah masyarakat hukum Indonesia kepada masyarakat Indonesia umumnya, karena hukum Negara hanyalah salah satu aspek dari kehidupan masyarakat Indonesia.

Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, sampai sekarang ini menjadi perdebatan panjang mengenai pola pengakuan dan perlindungannya. Sebagaimana yang di sebutkan oleh pakar hukum masyarakat adat Yance Arizona mengungkapkan bahwa perumusan pengakuan dalam ketentuan tersebut memberikan batasan-batasan atau persyaratan agar suatu masyarakat hukum adat diakui keberadaannya sebagai masyarakat hukum adat, jika; (a) Sepanjang masih hidup, (b) Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan, (c) Prinsip Negara kesatuan Repuklik Indonesia.

Namun selama ini, keberadaan wilayah adat Cek Bocek tidak dibenarkan oleh Pemerintah Daerah, bahwa wilayah  yang di klaim oleh  masyarakat adat Cek Bocek sebagai wilayah adat, juga dikatakan oleh Negara sebagai wilayah klaiman Negara dalam status hutan lindung yang tidak bisa digunakan oleh siapapun peruntukannya tanpa persetujuan dari pemerintah atau pejabat yang berwenang.

Dalam hal ini, Pemerintahan daerah juga tidak bisa berbuat apa-apa ketika Pemerintah dikalahkan oleh intervensi pusat yang syarat akan kepentingan pihak tambang. Dampak dari intervensi regulasi sepertinya tidak berjalan sepenuhnya di tingkatan daerah. Jadi wajar, ketika konflik yang selama ini terjadi di masyarakat adat cek Bocek menjadi beban moral masyarakat. Pasalnya pemerintah hanya berada pada posisi kepentingan pusat ketimbang kepentingan daerahnya sendiri.

Banyak spikulan yang terjadi sejak kehadiran PT. Newmont Nusa Tenggara melakukan aktvitas Eksplorasi di Blok Elang Dodo Selesek dan Suri yang kini merupakan wilayah komunitas adat Cek Bocek. Dengan kehadiran PT.NNT tersebut telah mengudang banyak perhatian khalayak banyak, ada yang mendukung dan kontra terhadap pertambangan. Terutam dari pihak komunitas adat sangat tidak setuju hadirnya pertambangan di wilayah adatnya tanpa ada kompromi atau persetujuan dengan komunitas adat Cek Bocek. Disamping daya tolak datang dari Cek Bocek juga datang dari luar komunitas adat yakni masyarakat Sumbawa bagian selatan yang disebut dengan lingkar tambang tidak menginginkan hadirnya pertambangan karena dianggap tidak berpihak kepada masyarakat lingkar tambang, begitu juga masyarakat Sumbawa bagian tengah karena dianggap akan hilang sumber air di beberapa waduk di Sumbawa seperti bendungan Batu Bulan dan Waduk Mama. Disisi lain para pengusaha bermain, para elit-elit bermian, dan orang-orang dekat dengan kebijakan saja yang menikmati pertambangan tersebut.

Awal Konflik dengan PT. NNT

Di tahun 1986 disaat survei regional pertama PT.Newmont di blok elang dodo, yang menemukan indikasi emas, dimana kehidupan Komunitas Adat  Selesek Reen Suri sedang melakukan aktvitas bajalit “ produksi gula merah” di hentikan oleh pemerintah desa Lebangkar karena ada aktvitas survei diminta agar masyarakat yang melakukan aktivitas bajalit untuk mengosongkan lapangan. Sehingga warga adat yang aktif melakukan aktivtas Bajalit tersebut berhenti untuk meninggalkan jalid atas perintah pemerintah desa Lebangkar saat itu. Adapun jumlah titik jalit 150 titik jalid yang tersebar dalam wilayah adat. Kegiatan aktivitas bajalid ini semenjak dilakukan sebelum warga adat pindah dari kampung lama Selesek, Sury, Dodo pada tahun 1935 di desa Lawin dan setelah menetap di Lawin pada tahun 1935- 1986 bahwa aktivitas Bajalid tetap dilakukan oleh warga adat. Namun semenjak ada masuknya PT.NNT melakukan survey maka seluruh aktivitas Bajalid tersebut berhenti untuk sementara.

Bascamp PT.NNT semenjak diketahui oleh warga adat tiba-tiba berdiri di atas wilayah adat (Blok Elang Dodo) semenjak pada tahun 2003 tepatnya di blok dodo (kampung lama) di areal perkebunan/persawahan H.Damhuji. Protes masyarakat mulai kencang baik warga adat yang di Desa Lebangkar dan Lawin bahwa tidak menginginkan lokasi tersebut dijadikan areal pertambangan apa lagi nambang di atas kuburan leluhur. Reaksi protes bertubi-tubi datang dari warga adat, bahkan dari masyarakat Ropang bahkan warga Sumbawa pada umumnya. Tiga tahun berjuang menolak tambang bersatu semua komponen, baik adat dan masyarakat luar. Sehingga pada tahun 2006 PT.NNT dibakar warga, banyak tuduhan dan spikulasi akhirnya PT.NNT melaporkan ke pihak hukum sehingga otak pelaku yang dianggap dalang melakukan pembakaran di cobloskan ke penjara.

Perjuangan masyarakat hukum adat Cek Bocek Selesek Reen Suri dalam menuntut hak ganti rugi lahan, dan atas pengoboran kuburan leluhur telah mengundang perhatian dan amarah dari keberadaan PT.NNT diatas wilayah adat mereka. Setelah dihadapkan dengan perusahaan, merekapun dihadapkan dengan hukum yang dilaporkan oleh PT.NNT atas telah menciptakan tidak kenyamanan diareal PT.NNT. kehadiran perusahaan PT.Newmont Nusa Tenggara tidak pernah diberikan ruang atau persetujuan yang dilakukan bersama antara pihak masyarakat adat Cek Bocek dengan perusahaan sendiri, seperti halnya dalam proses sosialisasi lanjutan eksplorasi selalu mendapat penolakan dari masyarakat adat Cek Bocek.

Selain dihadapkan dengan premanisme masyarakat hukum adat Cek Bocek Selesek Reen Suri dihadapkan dengan aparat penegak hukum oleh PT.NNT ,  tepatnya pada tanggal 17 oktober  2013. Belasan masyarakat hukum adat Cek Bocek Selesek Reen Suri mendapat panggilan polres Sumbawa atas tuduhan mengganggu aktvitas PT.NNT dilapangan, surat dengan nomor SP/756a/x/2013/Reskrim. Surat dengan panggilan yang ditujukan kepada Anggo Zaenuddin guna untuk dengar keterangan saksi dalam perkara tindak pidana pengrusakan dengan melawan hak memaksa seseorang untuk melakukan atau tidak melawan  dengan ancaman kekerasan atau ancaman perbuatan yang tidak menyenangkan serta dengan cara merusak, memasuki pekarangan orang lain tanpa hak /ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 406 ayat (1) KUHP jo p1asal 335 ayat (1) KUHP jo pasal 167 ayat (2) KUHP.
Sampai sekarang terus komunitas adat Cek Bocek berkonflik dengan PT.NNT, apa lagi saat ini PT.NNT sudah berubah nama menjadi PT.AMNT yang dimana manajemen didalamnya sangat berbeda dengan PT.NNT sebelumnya. Perjungan komunitas adat Cek Bocek dibawah kepimpinan dato Sukanda semakin sulit. Sehingga dalam melakukan aktivitas-aktivitas seperti ziara makan kubur Leluhur di semakin tidak bisa bebas. Dan PT.AMNT semakin kencang dalam melakukan aktivitas di wilayah adat Cek Bocek. luas lahan yang akan pakai oleh PT.AMNT saat ini kurang lebih 16.000 ha diatas wilayah adat Cek Bocek yang meliputi wilayah Suri, dodo dan selesek. Namun walaupun demikian, masyarakat adat cek bocek tetap menaruh harapan agar negara secara konstitusi untuk menyelesasikan masalah hak ulayat dari masyarakat hukum adat.

Oleh karena itu, keadaan masyarakat Adat Cek Bocek membutuhkan perhatian Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten Sumbawa, agar hak-hak ulayat masyarakat adat yang di saat ini digunakan oleh PT. NNT dikembalikan kepada masyarakat adat. Serta pemerintah juga harus tegas mengambil sikap untuk memberhentikan proses eksporasi di wilayah tersebut sehingga dapat mengakhiri konflik yang selama ini sudah terjadi selama 15 (lima belas ) tahun.

Menghadapkan masyarakat dengan tangan besi (Aparat)  selama ini bukan lah solusi yang tepat, justru semakin mempengkeru suasana, dimana konflik yang terjadi pada masyarakat adat Cek Bocek di Sumbawa belum ada titik terang, bahkan instrumen politik seperti Anggota DPRD kabupaten Sumbawa tidak lagi memperdulikan Hak Asasi Manusia yang selama ini di rasakan oleh masyarakat Cek Bocek. Masyarakat Cek Bocek tidak hanya Wilayah adatnya yang di Eksploitasi oleh perusahaan akan tetapi kehidupannya juga di eksploitasi oleh anggota DPRD yang syarat akan kepentingan, hal ini bisa dirasakan oleh masyarakat ketika Usulan RAPERDA pengakuan Masyarakat adat di Sumbawa di tolak oleh semua fraksi.

Penulis adalah "peneliti masyarakat adat"

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.