BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

TETE bersama JARPUK RINDANG Latih 18 Penenun Mewarnai Benang Alami


Lombok Tengah, - Minggu (3/2) telah berlangsung penyuluhan dan pelatihan pewarnaan benang tenun secara alami di Dusun Penyampet, Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah NTB. Pada pelatihan minggu pertama ini, sebanyak 10 penenun perempuan serta 8 pemuda (karang taruna) mengikuti rangkain kegiatan.

Terdapat beberapa topik pelatihan dalam rangkain proyek ini: Pewarna Alam, Pengorganisasian Kelompok, Administrasi Kelompok, Pengelolaan Koperasi, Pengkatalogan Pewarna Alam, Strategi Pemasaran serta English for Tourism.

Inti dari rangkaian kegiatan ini adalah peningkatan kapasitas penenun tradisional serta produknya dan penguatan kemampuan bahasa Inggris lisan dan tulisan untuk pemuda yang kelak diharapkan akan mempromosikan pariwisata desa Setanggor mengingat desa tersebut telah dicanangkan menjadi desa wisata. Tentu dengan kehadiran pewarnaan alami pada benang tenun akan menambah khasanah kekhasan atraksi budaya yang semakin menarik minat pengunjung domestic dan mancanegara.

Kegiatan bertema Eco Hand-Weaving: From Nature to Nurture ini merupakan salah satu proyek yang didanai oleh pemerintah Australia melalui Alumni Grant Scheme (Skema Hibah Alumni Australia) yang diadministrasikan oleh Australia Awards in Indonesia. Proyek ini diajukan di bawah organisasi non-profit bernama TETE Bridging Future bekerjasama dengan Jaringan Perempuan Usaha Kecil (JARPUK RINDANG) Lombok Tengah dan UKM argUMent Universitas Mataram.


Hernawati, salah satu pemateri pada hari pertama ini, menjelaskan bahwa pewarnaan benang secara alami pada dasarnya bukan trend baru melainkan telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak zaman dahulu. “Hanya saja, transfer ilmu dalam prosesnya tidak berjalan baik kepada generasi penerusnya”, begitu imbuhnya. Selain itu, kehadiran pewarna sintetis yang lebih mudah didapat membuat kultur ini semakin menjelang punah.

Pada kesempatan ini ditekankan pula bahwa pewarnaan benang secara alami dapat menguntungkan secara ekonomi misalkan kain tenun hasil pewarnaan alami memiliki harga rata-rata dua kali lipat dibanding yang melalui pewarnaan sintetis. Selain itu proses menghasilkan benang alami sangat ramah lingkungan mengingat tidak adanya zat kimia yang digunakan selama proses sehingga produk aman bagi kesehatan penenun serta konsumen dan tidak merusak unsur hara tanah apabila limbah mengenai persawahan mereka.

Sementara itu salah satu peserta pelatihan, Minasih, mengatakan bahwa perlu adanya pelatihan semacam ini ke depannya mengingat geliat pariwisata desa yang kian dinamis. Tambahnya, “Dulu saya sempat ditawari menggunakan benang alami oleh salah seorang pengepul kain tenun dari desa lain, tetapi saya ragu akan merugi dikarenakan manajemen pemasaran yang belum jelas saat itu”.

Sebagai ketua tim proyek ini, Lale Fatma Yulia Ningsih, M.AppLing menekankan bahwa proses pewarnaan dengan hasil maksimal biasanya dihasilkan dari tanaman-tanaman yang kebanyakan sudah langka. Sehingga kedepan, selama hingga berakhirnya proyek hibah ini diharapkan pemuda desa yang terlibat dapat meriset sendiri tanaman-tanaman tersebut lalu mengedukasikannya ke generasi muda di desa mereka.

Proyek ini juga diharapkan menjadi titik awal merevolusi kultur bahwa penenun haruslah perempuan dan terasosiasikan dengan pekerjaan domestic ibu rumah tangga. Hal ini tercermin dari proporsi seimbang diberikan kepada jumlah pemuda-pemudi (karang taruna) yang hadir dan terlibat dalam serangkain kegiatan pelatihan.

Toni Ariwijaya, founder dari TETE Bridging Future, menekankan “kami berharap setelah proyek ini berakhir akan menjadi titik awal mengubah mindset kaum muda bahwa pelestarian budaya menenun dan pewarnaan benang alami dapat menambah ciri khas wisata desa mereka yang kemudian akan meningkatkan jumlah kunjungan turis dan tentu berpengaruh langsung kepada ekonomi mereka kelak”.(red)

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.