BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Keselamatan Pendaki Rinjani, Belajar dari Tragedi Juliana dan Arti Kemanusiaan dari Porter Agam


Oleh: Dr. Ahsanul Khalik (Staf Ahli Gubernur Bidang Sosial Kemasyarakatan) 

Di kaki Gunung Rinjani yang indah, megah dan perkasa, hidup sosok sederhana yang kini menjadi perhatian hingga ke berbagai negara. Ia bukan pejabat, bukan tokoh besar, bukan pula pemilik pangkat tinggi. Ia adalah salah satu relawan, seorang porter, pekerja keras yang menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi wisata pendakian di Rinjani. Namanya Agam Rinjani, lelaki yang tubuhnya mungkin kecil di hadapan alam, tapi jiwanya sebesar gunung tempat ia mengabdi, dan menjadi sosok penting dalam evakuasi jenazah Juliana.

Namun sebelum sampai pada kisah Agam, ada pelajaran besar yang patut direnungkan dari tragedi yang menimpa Juliana Marins, seorang pendaki asal Brazil yang terjatuh dari tebing curam Rinjani pada kedalaman 600 meter. Lokasi jatuhnya Juliana berada di medan yang sangat ekstrem dan menantang. Jalur pendakian Rinjani bukanlah jalur biasa. Jalur ini dikenal sangat terjal, penuh bebatuan yang mudah longsor, tikungan sempit di sisi jurang, serta cuaca ekstrem yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Kondisi ini harus menjadi evaluasi mendesak bagi semua pihak terkait, khususnya pihak Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sebagai pengelola kawasan, Dinas Pariwisata NTB, serta instansi terkait di pemerintah pusat, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Apalagi, seluruh aktivitas pendakian Rinjani menjadi penyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masuk langsung ke kas negara.

Keselamatan pendaki harus menjadi prioritas utama. Perlu segera dibangun sistem komunikasi terpadu antara pos-pos pendakian, relawan, dan tim SAR. Demikian juga, peralatan penyelamatan dan evakuasi harus diperbarui secara berkala dan disiapkan sesuai standar internasional. Personel lapangan yang bersentuhan langsung dengan pendaki pun perlu mendapatkan pelatihan khusus dan dukungan yang memadai.

Tragedi Juliana Marins menjadi peringatan keras bahwa infrastruktur keselamatan di kawasan pendakian Rinjani belum ideal. Namun di sisi lain, pendaki juga harus menyadari bahwa Rinjani bukan tempat wisata biasa. Dibutuhkan kesiapan fisik dan mental, penguasaan teknik mendaki, serta sikap tanggung jawab terhadap keselamatan pribadi dan kelompok. Pendakian adalah perjalanan spiritual, bukan sekadar konten media sosial atau tantangan adrenalin.

Di tengah situasi yang sulit dan tragis tersebut, muncul  nama Agam Rinjani, porter asal Lombok yang menjadi sorotan dunia. Dalam kondisi ekstrem, Agam bersama tim relawan mengevakuasi jenazah Juliana dari kedalaman 600 meter di jurang curam. Mereka bahkan harus bermalam di tepi jurang, hanya berjarak tiga meter dari jasad korban, demi menjaga dan menanti tim tambahan datang membantu.

Apa yang dilakukan Agam bukan karena perintah, bukan karena upah. Tapi karena panggilan jiwa. Sebagai anak gunung, ia merasa bertanggung jawab atas siapa pun yang menitipkan hidupnya di punggung Rinjani. Melalui akun Instagram nya, Agam menulis:  “Setelah memastikan kondisi korban telah meninggal, kami gabungan tim relawan menjaga korban dan bermalam di tebing vertikal yang curam dan kondisi bebatuan yang labil, berjarak 3 meter dari korban, sambil menunggu tim lainnya untuk mengangkat korban dari atas.”

Akun Instagram Agam dipenuhi komentar dari warga Brasil. Mereka menyebutnya hero, menyebutnya malaikat dalam wujud manusia. Namun Agam tetaplah Agam. Esok pagi ia akan kembali memikul logistik pendaki, menyapa alam dengan senyum sunyinya, dan melanjutkan hidupnya sebagai penjaga sunyi di Rinjani.

Kisah Agam seharusnya menjadi bahan renungan dan inspirasi bagi kita semua. Di tengah hiruk-pikuk sektor pariwisata dan geliat pembangunan destinasi alam, jangan pernah lupakan aspek keselamatan dan kemanusiaan. 

Dan sepatutnyalah pemerintah provinsi NTB, atau bahkan pemerintah pusat, memberikan apresiasi resmi kepada Agam dan tim SAR yang terlibat dalam proses evakuasi.

Apresiasi itu boleh jadi dalam bentuk piagam atau ucapan terima kasih, tetapi juga ke depan bagaimana membangun penguatan kesejahteraan porter dan relawan lokal yang selama ini menjadi ujung tombak sektor wisata petualangan. Mereka adalah pahlawan-pahlawan sunyi yang berdiri di balik layar.

Tragedi Juliana dan keberanian Agam Rinjani adalah dua sisi dari satu kenyataan, bahwa wisata alam yang menakjubkan tetap menyimpan resiko, dan bahwa nyawa adalah yang paling berharga. Kita berharap dari tragedi dan keberanian Agam ini lahir kesadaran baru untuk lebih menghargai nyawa, meningkatkan perlindungan terhadap pendaki, dan mengakui keberanian putra daerah seperti Agam yang mengangkat nama NTB di mata dunia.

Semoga tragedi Juliana menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak, dan semangat kemanusiaan dari Agam Rinjani dan Tim SAR menjadi inspirasi bagi kita semua.

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.