BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Anhar Gonggong: Andai Bung Karno Tahu Megawati menjadi Presiden

Pembahasan sisi lain dari presiden pertama Indonesia, Bung Karno selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Tak terkecuali, cara pandangnya terhadap gerakan perempuan di masa lampau sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada saat Kongres Perempuan Indonesia I pada masa pra kemerdekaan, Bung Karno sangat memedulikan betul posisi perempuan. Gagasan Bung Karno tentang perempuan jauh melampaui masanya. Bung Karno mempunyai sebuah pikiran bahwa gerakan perempuan dipandang sebagai mitra dalam perjuangan nasional. Posisi dan kedudukannya setara dengan pria sebagai warga negara.

Hal ini diungkapkan oleh sejarawan Prof. Dr. Anhar Gonggong pada acara ‘Talkshow & Musik’ yang digelar oleh Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan pada Sabtu (5/6/2021).

Dialog menarik itu dipandu Tina Toon, penyanyi yang juga Anggota Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD DKI Jakarta.

“Bung Karno memiliki pemikiran tersendiri terhadap posisi wanita yang selama ini kerap dipandang secara tradisional, kalau istilah Jawa kan perempuan itu hanya di dapur, sumur, dan kasur. Bung Karno memberi ruang perempuan untuk menciptakan satu sikap tertentu dan melepaskan diri dari hanya sekedar perempuan yang di ruang belakang,” jelas Anhar.

Doktor Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini mengkisahkan tentang kepedulian Bung Karno kepada perempuan yang ia dengar dari salah satu teman Bung Karno ketika bersama-sama dalam satu sel.

“Bung Karno selalu berusaha untuk mendorong agar ada gerakan wanita yang sistematis, yang bisa memikirkan tentang diri mereka. Bagaimana perempuan itu harus berpikir, bagaimana ia berorganisasi dan bagaimana ia mempunyai keterlibatan dalam gerakan kemerdekaan,” lanjut Anhar.

Selepas proklamasi kemerdekaan Indonesia, Bung Karno menyadari bahwa upaya memberdayakan perempuan dalam revolusi perlu dilakukan. Salah satu upaya yang dilakukan Bung Karno adalah mengampanyekan perubahan perempuan ke arah yang lebih baik.

Sukarno pun mengambil satu teori bahwa laki-laki dan perempuan itu butuh kerja sama. Keduanya harus saling membantu suatu masyarakat yang bisa menguntungkan satu sama lain. 

“Dalam masyarakat, perempuan harus berperan aktif secara bersama-sama. Mereka juga bisa berperan aktif dalam bernegara,” kata pria 77 tahun asal Pinrang, Sulawesi Selatan itu.

Pemikiran Bung Karno terkait peran kaum perempuan dalam perjuangan rakyat Indonesia terekam rapi dalam karya “Sarinah, Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia”. Begitu pentingnya buku ini, Anhar Gonggong menganjurkan perempuan-perempuan Indonesia untuk membacanya.

“Ide dasar Bung Karno tentang perempuan Indonesia ada di buku itu. Di buku ini nampak betapa besar perhatian Bung Karno tentang perempuan. Saya menganjurkan kepada Anda semua, kader-kader perempuan, untuk membaca baik-baik buku Sarinah,” tegas Anhar.

Dan bahkan hebatnya lagi, lanjut Anhar, buku Sarinah ini ditulis dalam keadaan yang sangat genting. Namun keadaan yang seperti itu tidak membuat Bung Karno berhenti berpikir, justru menghasilkan sebuah buku yang tebalnya sekitar 400 halaman.

Gagasan Bung Karno mengenai gerakan perempuan pada dasarnya karena kebutuhannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

“Kita tidak dapat menyusun negara dan tidak dapat menyusun masyarakat jika kita tidak mengerti soal wanita,” ungkapnya.

Tak lupa Anhar memaparkan tentang cita-cita Bung Karno mengingat pentingnya soal perempuan sebagai soal masyarakat dan soal negara. Bahwa seorang perempuan harus mampu memimpin pergerakan sebagaimana laki-laki, hal itu sudah tergambar dalam pikirannya Bung Karno.

“Andaikata Bung Karno bisa melihat Megawati anaknya jadi presiden, seperti apa itu pikirannya? Karena bayangan semacam itu ada dalam pikiran beliau tentang kiprah perempuan,” pungkas Anhar.(r)

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.