BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Penderitaan Atika PMI asal Lombok Timur di Suriah

Lombok Timur, - Atika, 44 tahun, Warga Lenek Lombok Timur  adalah potret buram kisah pilu Pekerja Migran Indonesia (PMI). Sudah dua tahun Atika menjalani pekerjaannya sebagai Pembantu Rumah Tangga di Suriah Timur Tengah. Kontrak kerja Atika berakhir April 2021, dia meminta dipulangkan ke Indonesia dan menolak memperpanjang kontrak kerjanya karena perlakuan majikan dan beban kerja yang berat dan sangat tidak manusiawi.
 
Selama dua tahun itu pula berbagai kisah pilu dan kegetiran hidup dialaminya sebagai pembantu rumah tangga, pekerjaan yang tidak sesuai dengan pilihannya ketika mendaftar sebagai Pekerja Migran Indonesia tujuan Abu Dhabi yakni menjadi Penjaga Orang tua jompo sebagaimana perjanjian awal dengan agen perusahaan yang memberangkatkannya.
 
Atika  berangkat ke luar negeri dengan tujuan Abu Dhabi pada tahun 2019. Sayangnya setiba di Abu Dhabi, Atika tidak dipekerjakan sebagaimana job order dan perjanjian awal. Dia malah diterbangkan ke Syiria Timur Tengah dan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.
 
Atika keberatan dan menghubungi keluarganya di Lombok Timur agar menuntut pertanggungjawaban perusahaan yang memberangkatkannya karena dipekerjakan tidak sesuai dengan job order dan perjanjian awal. Keluarga Atika, anaknya bernama Baiq Komalasari dan Orang Tua Atika Papuk Dangen dan Inaq Sap mendatangi Kantor Lembaga Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (LP2MI NTB) yang kebetulan tidak jauh dari tempat tinggalnya di Lenek Lombok Timur.

Aris Munandar, SH, Direktur LP2MI NTB langsung merespon, sebagai lembaga yang peduli dengan perlindungan pekerja migran ujarnya, LP2MI NTB tidak tinggal diam, bergerak cepat dengan mencatat, menghimpun semua keterangan, aduan dan tuntutan pihak keluarga Atika.

"Berdasarkan atas data dan fakta serta keterangan pihak keluarga serta hasil investigasi, LP2MI NTB mencoba menghubungi langsung Atika di Suriah dan keterangan Petugas Lapangan Perusahaan yang memberangkatkan, maka LP2MI NTB  menyiapkan bahan laporan yang ditujukan kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lombok Timur yang pada intinya meminta mediasi dan menuntut pertanggungjawaban perusahaan yang memberangkatkan Atika karena mempekerjakan Atika tidak sesuai perjanjian awal," kata Aris Munandar melalui rilis yang diterima media ini, Rabu (5/5/2021).

Ditambahkannya, Disnaker Lombok Timur memfasilitasi pertemuan pihak kuasa Atika dalam hal ini LP2MI NTB, Petugas Lapangan pihak agency dan pihak Disnaker.
Pada saat pertemuan tersebut terungkap sejumlah fakta mengejutkan, karena pihak agency di Syria menolak memulangkan Atika kecuali sudah ada penggantinya didatangkan dari Agency Perusahaan di Indonesia.
 
"Dari sinilah LP2MI NTB mencium kuatnya aroma praktek mafia perdagangan orang atau Human Trafficking, Atika adalah korban. Pihak agency saling tuding dan lepas tanggungjawab. Pertemuan mediasi yang mengalami jalan buntu tersebut jelas menempatkan Atika dan Keluarganya sebagai pihak yang paling dirugikan. Dalam perkembangannya Atika dipaksa pihak agency agar menjalani tugasnya sebagai pembantu rumah tangga dengan jaminan Atika hanya bekerja 2 tahun dan akan diberikan gaji lebih. Tak ada pilihan lain bagi Atika Karena menyadari dirinya menjadi Pekerja Migran Indonesia melalui jalur tidak resmi. Apalagi dokumen berharga dan passportnya berada dalam kekuasaan pihak agency dan majikan," tuturnya panjang lebar.
 
Diceritakan Aris, Atika pun pasrah dan menjalani nasibnya sebagai pembantu rumah tangga dengan pekerjaan yang sangat tidak manusiawi. Atika harus bekerja 20 jam sehari. Dia tidak diperkenankan menghubungi keluarganya untuk sekedar berkirim kabar. Dia juga tidak menerima gaji sesuai dengan apa yang dijanjikan perjanjian. Jika dihitung dalam mata uang rupiah, Atika menerima gaji diatas Rp 2 juta, sedangkan gaji yang seharusnya diterima Rp 5 juta. Selain itu, Atika menerima perlakuan tidak baik dari majikannya karena bekerja dari pagi sampai menjelang Subuh dan makan hanya dijatahkan 1 Kg beras untuk sangu satu minggu terkadang juga makan satu kali dalam sehari tidak jarang juga cukup air putih untuk bertahan hidup serta tidak diizinkan menghubungi keluarganya.

"Kontrak kerja Atika berakhir pada April 2021. Atika mengaku bahwa dirinya belum menerima gaji hampir setahun lamanya dan meminta LP2MI NTB sebagai kuasa untuk mengurus segala hal yang menyangkut persoalan dan masalahnya di negara penempatan Suriah untuk bisa di pulangkan ke Indonesia dan menuntut hak-haknya sebagai Pekerja Migran Indonesia," ujarnya.
 
Dilanjutkannya, Atika juga menegaskan bahwa dirinya tidak dalam keadaan baik-baik saja termasuk beredarnya foto ulang tahun ke-40 yang sesungguhnya hanya setingan, tipu daya dan sandiwara majikan yang ingin memberi kesan seolah-olah Atika dalam keadaan baik-baik saja dan bahagia bersama keluarga majikan. Padahal kenyataan adalah sebaliknya dan usia Atika tahun ini menanjak 44 tahun bukan 40 tahun.

Berdasarkan rangkaian fakta tersebut diatas, LP2MI NTB menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

Mendesak KBRI Damaskus untuk mengevakuasi dan mengamankan Saudari Atika dari rumah majikannya agar Atika bebas dari intimidasi serta tekanan dan perlakuan yang tidak manusiawi. Disamping itu juga kontrak kerjanya telah habis pada April 2021 dan Atika tidak mau memperpanjang lagi.

Meminta pihak KBRI Damaskus memfasilitasi akses kepada Atika dan keluarganya untuk berkomunikasi dan memastikan bahwa Atika mendapat pelindungan dan jaminan keselamatan sebagai Warga Negara Indonesia di Luar Negeri serta menjamin Atika untuk bisa dipulangkan ke Indonesia.

Meminta Kementerian Luar Negeri bersama BP2MI Pusat, KBRI Damaskus juga pihak terkait lainnya agar memfasilitasi kepulangan Atika serta membantu Atika memperjuangkan hak-haknya sebagai Pekerja Migran Indonesia termasuk upah dan gaji selama satu tahun yang tidak dibayarkan majikan, Bersama semua dokumen dan passport milik Atika diberikan kepada yang bersangkutan.

Memohon kepada Bapak Gubernur NTB, Ketua DPRD NTB, Bupati Lombok Timur, Ketua DPRD Lombok Timur dan instansi terkait lainnya agar memberikan perhatian, memperjuangkan dan memberikan pelindungan kepada warganya yakni Saudari Atika, Pekerja Migran Indonesia asal Lombok Timur di Suriah. Sebagaimana yang di atur dalam Undang-undang Repobelik Indonesia nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Atika hanyalah rakyat kecil yang mencoba mencari peruntungan nasib di negeri orang. Dia sudah jatuh dan tertimpa tangga pula. Atika tidak bernasib baik. Dia telah menjadi korban mafia perdagangan orang, permainan oknum tidak bertanggungjawab yang mereguk keuntungan dengan menari di atas penderitaan orang lain, saudaranya sendiri. Atika adalah kita. Semoga tidak ada lagi kasus Atika, Atika baru yang menambah daftar persoalan pekerja migran Indonesia di luar negeri," tutup Aris.(r)
 

Komentar0

Type above and press Enter to search.