BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Nilai Kebaikan, Mata Uang Sepanjang Zaman


Catatan Perjalanan Dakwah TGB di Kalbar
(Bagian 1)

Oleh : Gusfeb

PENERBANGAN pertama yang mendarat di Bandara Internasional Supadio berasal dari Bandara Soekarno Hatta. Masih pagi. Senin (4/11), pukul 06.30 WIB. Sekilas tak ada yang beda dengan suasana penumpang di bandara. Satu persatu keluar. Tertib.

Ketua Ikatan Alumni Al Azhar Indonesia (OIAA) TGB HM Zainul Majdi, satu diantara puluhan penumpang di Bandara Supadio. Di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) ini TGB akan mengisi kuliah umum dan dakwah di Kota Pontianak, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Sintang.

"Pak, benar itu Bapak Tuan Guru Bajang," tanya seorang ibu.

"Iya benar," kata saya.

"Boleh tidak kami minta foto," sambung ibu ini sumringah.

"Boleh, silahkan," sambung saya.

Ibu ini seolah tak bisa menutupi kegirangannya.  Suaminya ditarik-tarik untuk segera mengabadikan gambar. Rupanya sedari pesawat pasutri ini telah memperhatikan TGB. Sesaat, dari ujung seorang remaja perempuan berjalan perlahan. Pertanyaannya sama.

"Pak, itu betul TGB kan?," tanya dia.

"Iya benar," kata saya lagi.

Sama seperti pasutri sebelumnya, ia pun meminta foto. Ada banyak orang yang silih berganti meminta foto. Mereka tertib, tak berebut. Bahkan ada yang sabar jalan dari ujung barat ke timur.

Ustad Kahfi, pengurus OIAA Kalbar yang menjemput TGB kebagian tugas baru. Mengambil gambar. Pun demikian dengan dosen IAIN Pontianak.

"Ustad bisa geser dulu kita ke kafe bandara. Sembari nunggu kendaraan datang," bisik saya ke Ustad Kahfi.

Bersama Ustad Kahfi dan dosen IAIN Pontianak, TGB menuju kafe bandara. Aming Coffee namanya. Ustad Kahfi bercerita kepada TGB, di Kalbar ini "warung kopi" menjadi daya tarik tersendiri. Dari warga biasa hingga pejabat doyan berjam-jam ngopi.

Tak berapa lama muncul satu lagi pria. Bertubuh jangkung. Ramah menyapa TGB. Ia memperkenalkan diri sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) IAIN Pontianak. Yang mengejutkan, ia membuka sapaan dengan bahasa Sasak.

"Saya pernah di Lombok," katanya.

Kepada TGB Doktor Ojie begitu biasa akrab disapa ingin kehadiran TGB memberi spirit bagi mahasiswanya. Menyongsong era 4.0 tak cukup hanya berbekal dengan hasil dari kampus semata. Tantangan kian kompleks.

"Kemajuan digital ini yang harus direspon dengan cepat. Anak-anak milenial bisa masuk dan memanfaatkan," ujarnya.

TGB mengangguk mendengar paparan dan ide-ide dari Doktor Ojie. Doktor ahli tafsir Alquran ini mengatakan, era teknologi 4.0 memang tak bisa lagi dibendung. Sekarang untuk membeli makanan tak perlu repot. Ada aplikasi online yang bisa digunakan 24 jam. Begitu pula dengan jualan online, sekarang tak perlu lagi memiliki toko offline. Berbagai aplikasi online bisa dimanfaatkan untuk berjualan.

"Tentu ini semua kan soal cara Pak Dekan. Kalau dari sisi nilai, ada yang tak akan berubah,"  beber TGB.

Nilai yang dimaksud, beber TGB, mengenai kejujuran, akhlaqul karimah, amanah, serta nilai-nilai kebaikan lainnya. Ibaratnya, nilai kebaikan itu adalah mata uang yang bisa dipakai di semua negara. Berlaku terus-menerus tak akan berubah.

"Jual belinya online, tapi kan kejujuran itu tak akan sirna," ucap Cucu Pahlawan Nasional Maulanasyeikh TGKH Zainuddin Abdul Madjid ini.

Ditengah obrolan, kopi tarik dan teh tarik berdatangan. Warnanya coklat, ada busa di bagian atas.

"Feb, foto dulu. Sudah datang ini kopi khas Pontianak di Warung Aming, kita abadikan dulu ngopi dengan Pak Dekan," kata TGB.

"Ini tak ada di tempat lain tuan guru," ujar Ustad Kahfi menunjuk gelas di meja.

Srupuut, enak rasa teh tarik Pontianak ini memang. Semoga ada waktu kembali mencicipinya.

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.