BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

Bagi Mahasiswa, Ilmu Tanpa Akhlak Akan Menghancurkan Sendi Kehidupan


MALANG, - Penguatan hard skill dan soft skill bagi mahasiswa dianggap belum cukup. Perlu dibarengi dengan penguatan karakter berbasis religi. Itulah landasan digelar Pembinaan Karakter Berbasis Religi (PKBR) oleh Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya, Malang.

PKBR menghadirkan Ketua Ikatan Alumni Al Azhar Indonesia TGB HM Zainul Majdi.

Dekan FIA Prof Dr Bambang Supriyono mengatakan, secara rutin ada pembinaan karakter berbasis religi, PKBR untuk mahasiswa baru. Hal ini untuk mencegah pengaruh lingkungan, karena dari yang baik bisa berubah menjadi tidak baik.

"Selain hard skill, soft skill, ada pembinaan karakter berbasis religi," katanya, Minggu (27/10).

TGB. HM. Zainul Majdi dalam ceramahnya mengatakan, Islam mendorong kebaikan kolektif. Sebelum ada yang berbicara revolusi 4.0, Islam sudah sejak dahulu mengajarkan untuk membangun kolaborasi. Memperkuat jejaring kebaikan, serta mengenal sebaik mungkin orang lain.

"Rasulullah menyampaikan, siapa yang ingin rizki banyak umur panjang, maka bersilaturahimlah. Membangun jejaring dan banyak bersahabat," katanya.

TGB mengajak para mahasiswa melihat tema PKBR, bagaimana Alquran mengandung nilai-nilai yang bisa diterapkan. Sesungguhnya Alquran mengandung nilai yang baik. Cukup menjadi panduan.

"Bisa diterapkan nilai Alquran ini dalam kehidupan. Hidup untuk menguji, untuk melihat mana yang lebih baik amalnya," sambungnya.

Doktor ahli tafsir Alquran ini mengingatkan, meski mahasiswa berkuliah di FAI, belum tentu di masa depan akan berkiprah sesuai dengan disiplin ilmu. Bisa jadi takdir mengarahkan ke tempat tak terduga.

"Saya belajar di pondok pesantren, kemudian dikirim belajar ke Kairo. Ketika tidak menyangka berkiprah di DPR, kemudian memimpin di NTB sepuluh tahun. Padahal tak ada hubungan antara tafsir Alquran dengan jadi Gubernur, kalaupun ada, jauh tarikannya," bebernya.

TGB mengingatkan, ketika belajar disiplin ilmu apapun tetap harus belajar tentang nilai kehidupan dan karakter kehidupan. Disiplin ilmu yang laku dimanapun ialah akhlaqul karimah, kejujuran, dan kedisiplinan.

"Hargai diri anda, bukan membanggakan atau menyombongkan. Mendayagunakan kemampuan untuk belajar sebaik mungkin," ujarnya.

Lebih lanjut, saat menjadi Gubernur dahulu, TGB tak mentradisikan sepuluh kepala daerah di kabupaten/kota harus datang pada Gubernur. Ia tak segan mendatanginya ketika baru saja memimpin di NTB.

"Saat itu usia saya masih muda. Ya, tidak ada masalah datang kepada yang tua," ungkapnya.

TGB memberi pesan kepada mahasiswa untuk meninggalkan hal yang kurang penting. Panduan seorang muslim fokus pada hal bermanfaat.

"Misal diajak masuk grup WA, tidak cocok keluar. Tak semua  grup kita approve, hal-hal yang bertentangan tinggalkan," imbuhnya.

Para mahasiswa, kata TGB, harus belajar mengalokasikan sumber daya yang dimiliki.

"Jangan pakai badan untuk hal tak perlu, itu yang diajarkan oleh Alquran," ujarnya.

Ditambahkan, para mahasiswa harus bisa bertanggung jawab pada ilmunya secara utuh. Segala sesuatu yang menyulitkan masyarakat, dihilangkan. Menjadi administratur yang responsif. Pelajaran dari Alquran yang diamalkan rasul, ukuran kedewasaan dalam bermasyarakat ketika  bisa berbagi dengan orang.

"Ikut memikirkan apa yang terjadi di sekitar. Membangun kebersamaan dengan orang lain," tukasnya.

Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Wathan ini mengingatkan, dalam hal apapun, mahasiswa tak boleh mendukung orang lain terlalu berlebihan. Pemilihan presiden menjadi pelajaran, meski rival saat pemilihan, akhirnya Jokowi dan Prabowo sekarang bersama-sama.

"Bisa jadi rival, kemudian menjadi teman. Tidak usah dibawa ke hati, kalau sakit itu lama sembuhnya. Cukup dibawa ke kepala saja, cukup sakit kepala," urainya.

Pada kesempatan tersebut sejumlah mahasiswa bertanya saat sesi dialog. Diantaranya Fanani meminta resep supaya tetap istiqomah saat berada di pemerintahan. Kemudian Andrew menanyakan cara menempatkan nilai Alquran saat menjadi Gubernur. Terakhir, mengenai persaingan saat menjadi mahasiswa. Butuh cara menghilangkan egois, sehingga bersama-sama meraih kesuksesan dan meningkatkan generasi milenial bisa menyeimbangkan dunia dan akhirat.

TGB menjelaskan, manusia berubah, itu sunatullah. Setiap saat diminta memberi manfaat bagi banyak orang. Bukan masalah di dalam atau diluar pemerintahan, yang utama menjaga nilai yang diyakini. Hidup bukan hanya saat ini ada yang akan dipertanggungjawabkan kepada allah.

"Kalau ini dihidupkan akan menjaga integritas. Tak usah terbebani, lakukan yang terbaik. Ketika ada kesalahan, segera koreksi diri. Istiqomah bukan selalu benar, tapi selalu memperbaiki ketika salah," terangnya.

Mengenai menempatkan Alquran saat jadi pemimpin, prinsip utamanya adalah khairunnas anfauhum linnas, menjadi manusia bermanfaat bagi manusia yang lain. Mencari ruang bisa berkontribusi untuk kemajuan bersama.

"Membangun kemajuan kolektif," kata TGB.

Menyangkut egoisme, TGB meminta supaya bercermin, setiap pagi ketika di depan kaca, pakaian, jilbab dan lainnya tak bisa dilepaskan dari orang lain. Islam mengenal fastabiqul khairat berlomba dalam kebaikan, artinya tak sendiri.

"Tak boleh saling menjatuhkan, berbuat yang terbaik. Kuliah arena kebaikan. Tak bisa lepas dari orang lain, semua yang ada dalam ranah kebaikan," jelasnya.

Mengenai Ilmu dunia dan akhirat, TGB menilai istilah itu kurang pas. Semua ilmu baik. Al ilmu nuurun, ilmu itu cahaya. Semua yang baik itu datang dari Allah, yang sudah ada, maupun yang akan ada.

"Masalah istilah ilmu dunia atau akhirat, itu lebih tepat kepada ilmu yang dipelajari dalam niat apa. Kalau baik, akan jadi ibadah jadi ilmu akhirat juga. Innamal akmalu binniyat, setiap perbuatan bergantung niat," tukasnya.(red)

Komentar0

Type above and press Enter to search.