BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

PUASA DAN KEAKUAN YANG BERKARAT


Oleh Drs Cukup Wibowo MMPd
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Mataram

Kekuasan atas tahta, harta, atau ilmu harus diakui bahwa semua itu berbatas waktu. Kemudian terbitlah pikiran seolah-olah, bahwa diri lebih hebat dari siapapun.
Ia bisa tertanam di pikiran dalam wujud keakuan yang berkarat.

Betapa luasnya jagat raya ini. Langit dan bumi serta seisinya tak terperi batas tepinya. Semua benda yang ada di dalamnya, yang hidup dan yang mati tak akan ada yang sanggup untuk menghitungnya. Masing-masing dari semuanya itu telah diatur untuk menjadi keteraturan yang membuat kehidupan tumbuh dan berkembang secara alami. Semua tunduk pada porosnya masing-masing. Hidup dan mati menjadi pertanda bahwa hanya kehendak-Nya yang pasti. Yang tak bisa diinterupsi oleh apapun, juga tak bisa dicegah oleh kekuasaan apapun selain oleh-Nya sendiri. Tak ada kekuasaan yang bisa melebihi Kekuasaan-Nya, yang meliputi seluruh langit dan bumi serta seisinya.

Setiap kekuasaan yang berakhir dengan kematian adalah kekuasaan yang bisa diingkari. Begitu juga kekuasaan manusia yang memiliki batas waktu, ia hanya mewariskan nama dan kisah atas apa yang ditinggalkannya. Bagaimana mungkin manusia menyebut dirinya hebat bila ia ternyata takluk oleh waktu? Bagaimana mungkin manusia bisa disebut berkuasa bila ia tak sanggup mencegah kematiannya sendiri?

Kehidupan ini sesungguhnya pelajaran bagi kita semua. Setiap apa yang ada dan apa yang terjadi sesungguhnya adalah bahan perenungan bagi kita. Begitulah cara Sang Maha Pengatur Kehidupan memberi kemanfaatan kepada kita sebagai manusia yang sedang berkuasa atau menjadi rakyat biasa lewat kisah dan peristiwa yang manusia sesungguhnya tak sanggup menciptakannya. Kekuasan atas tahta, harta, atau ilmu harus diakui bahwa semua itu berbatas waktu. Dalam sekejap bila Yang Maha Memiliki mengambil semua itu apakah ada yang bisa mencegahnya?

Kekuasaan memang melenakan, dan membuat siapapun yang sedang memiliki kekuasaan itu selalu mengingkari batas waktu itu. Kemudian terbitlah pikiran seolah-olah, bahwa diri lebih hebat dari siapapun. Bahwa apa yang termiliki tak akan berkurang apalagi hilang.
Sungguh berbahaya pikiran seolah-olah ini bila tak dicegah. Ia bisa tertanam di pikiran dalam wujud keakuan yang berkarat. Tak ada yang lebih benar darinya seperti halnya tak ada yang lebih baik dari apa yang menjadi isi pikirannya. Keadaan seperti ini sesungguhnya sebuah penyakit. Orang lain tak bisa menyembuhkan kecuali diri sendiri. Dan dalam keadaan ketika diri sendiri adalah penyembuh, maka dengan berpuasalah jalan kesembuhan itu terbuka.

Puasa adalah ruang perenungan dimana diri sendiri tak ubahnya cermin untuk berkaca. Sanggup melihat diri sendiri yang masih belum banyak berbuat kebaikan, dan justru keburukan saja yang terus menerus bertambah.
Semoga puasa kita di hari keenam belas ini makin membuka kebersediaan kita untuk rendah hati. Karena hanya dengan kerendahan hatilah kesombongan yang berkarat bisa kita hilangkan.

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.