BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

PUASA DAN JEJAK KERINDUAN PARA KEKASIH


Oleh Drs Cukup Wibowo MMPd
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Mataram

Jagat kehidupan yang menyediakan pilihan-pilihan
dengan ragam hasrat dan harapan di dalamnya
membuat kebaikan dan keburukan
tak urung menciptakan jejaknya masing-masing

Waktu selalu menggambarkan kepastian peristiwa apa yang sudah ia lewati dan apa yang akan ia datangi. Yang lampau dan yang mendatang selalu beriringan mengikuti ritme dari kehendak Yang Maha Kuasa. Waktu adalah skenario yang ditulis oleh-Nya sebagai sunatullah untuk keberlangsungan kehidupan. Di dalam waktu itulah kisah-kisah tertulis sebagai narasi sejarah agar kebaikan dan keburukan bisa menjadi pembelajaran (hikmah) bagi umat manusia.  Sejarah kemudian memproduksi kisahnya, menjelma dalam reproduksi nilai-nilai. Sejarah sebuah kaum tak ubahnya cermin bagi kaum berikutnya.

Para nabi adalah kekasih pilihan Tuhan. Mereka tak hanya sebagai kekasih dengan kerinduannya untuk bisa menjejakkan kebaikan Tuhan bagi umat manusia, mereka juga diutus Tuhan untuk menjadi penjelas akan perintah dan larangan-Nya di muka bumi agar kehidupan terjaga keseimbangannya. Namun begitu, jagat kehidupan yang menyediakan pilihan-pilihan dengan ragam hasrat dan harapan di dalamnya membuat kebaikan dan keburukan tak urung menciptakan jejaknya masing-masing. Bila dunia dilukiskan sebagai panggung sandiwara hal ini tak lain karena dunia tak ubahnya ruang transisi dimana pilihan untuk menjadi baik atau buruk telah memiliki konsekuensinya masing-masing. Para nabi di kaum terdahulu telah menjelaskan pilihan-pilihan itu dalam jejak atas kisahnya,  seperti tertulis dalam Kitab Suci Al-Qur’an.

Memahami atas apa yang tertulis sebagai perintah-Nya. “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS Al-Baqarah-183), kita mendapat gambaran seusai membaca Tafsir Ibnu Katsir, bahwa dengan berpuasa jiwa kita menjadi terbersihkan, tersucikan, serta terbebaskan dari endapan-endapan yang buruk (bagi kesehatan tubuh) dan akhlak-akhlak yang rendah. Bila dalam ayat tersebut di atas disebutkan “sebagaimana diwajibkannya atas orang-orang sebelum kamu..” sesungguhnya Allah pun telah mewajibkannya atas umat-umat sebelum mereka. Dengan demikian, berarti mereka mempunyai teladan dalam berpuasa, dan hal ini memberikan semangat kepada mereka dalam menunaikan kewajiban ini, yaitu dengan penunaian yang lebih sempurna dari apa yang telah ditunaikan oleh orang-orang sebelum mereka.

Semoga puasa kita di hari keduabelas ini makin menguatkan ketaatan kita untuk terus bisa merawat itikad dan tekad kita menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang disukai Allah karena kesungguhan kita untuk masuk dalam golongan kaum yang bertaqwa.

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.