BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

PUASA DAN JEBAKAN HEDONISME


Oleh Drs Cukup Wibowo MMPd
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Mataram

Hedonisme dengan tawarannya lewat kesenangan dan kenikmatan duniawi
pada akhirnya hanya membuat kita tak ubahnya budak dari nafsu kita sendiri

Jiwa dan raga itu paduan kehendak dan tindakan. Oleh keniscayaan itulah hati dan pikiran menjadi pengendali bagaimana kesadaran berarah di setiap maksud dan keinginan. Namun begitu, pikiran akan terus berkembang seiring waktu. Dari ketidakmatangan menuju kematangan, kekanakan menuju kedewasaan. Secara umum, tanda-tanda yang menyertai perubahan itu akan dialami oleh siapapun.

Perubahan yang senantiasa memunculkan satu identitas baru dari identitas sebelumnya. Dari belum sanggupnya seseorang menggunakan pikiran-pikirannya dalam menghadapi satu masalah kemudian menjadi lebih sanggup dalam mengatasi masalahnya. Semua mengalami fase perubahan seperti itu.

Pikiran adalah pengubah arah untuk seluruh rumusan kehendak sebelum menjadi tindakan nyata. Pikiran bisa tetap atau berubah seiring persinggungan yang dialaminya. Berubahnya pikiran kerap disebakan oleh adanya pengaruh yang menampilkan rumusan dengan penampakan yang lebih baik. Penampakan itu bisa berlatar kepentingan, keuntungan, kebijakan diri atau bahkan ambisi yang melangit yang tak bisa dicegah oleh siapapun. Dalam tindakan yang beralas pikiran itulah sebuah kesimpulan perasaan akan mewujud dalam kemungkinan ragam rasa, seperti bahagia, senang, puas, kecewa, menyesal, marah, sakit hati, benci, cemas, atau rasa lainnya yang membuat diri seperti terpelanting dalam keterpurukan yang dialami oleh rata-rata pecundang.

Ungkapan “hati-hatilah” adalah sebuah nasehat yang terbukti selalu benar untuk mengantisipasi agar tindakan yang diambil tidak mencelakakan diri sendiri. Ya, berhati-hatilah adalah ungkapan yang selalu mengajak kita untuk bersedia bertindak berdasarkan hati nurani agar bisa terhindar dari buruknya tindakan. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa hati nurani itu pengetahuan intuitif tentang prinsip-prinsip moral (etis). Sementara Magnis Suseno mengatakan, hati nurani berasal langsung dari Allah dan tidak dapat keliru. Mengapa demikian? Karena semua yang berasal dari Allah itu selalu baik.

Dan salah satu kebaikan yang berasal dari Allah untuk kita jalankan adalah kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Dalam sebulan penuh kita belajar menghayati arti kesederhanaan dalam mencapai kebahagiaan. Raga yang bahagia ternyata adalah raga yang sanggup untuk menahan diri dari semua kesenangan duniawi. Jiwa yang bahagia adalah jiwa yang tentram dan tak diusik oleh berkecamuknya hasrat untuk memenuhi tuntutan hawa nafsu. Bila selama ini hedonisme mengepung hidup kita lewat kesenangan atau kenikmatan duniawi dengan jebakan-jebakannya yang memukau pikiran, maka puasa adalah solusi terbaik untuk keluar dari jebakan itu. Jebakan yang pada akhirnya hanya membuat kita tak ubahnya budak dari nafsu kita sendiri.

Semoga puasa kita di hari kedua puluh ini makin mendekatkan diri kita pada Allah dan mensyukuri semua nikmat-Nya. Karena hanya berarah di jalan Allah semua kebahagian dan ketentraman hati bisa kita dapatkan.

Komentar0

Type above and press Enter to search.