BSA7Gpd8GUz5TproTprpTfA7Gi==

PUASA DAN ANTAGONISME TANPA JEDA


Oleh Drs Cukup Wibowo MMPd
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Mataram

Kita tak bisa mengelak dari dua kutub utama dalam proses dialektika itu,
yakni kutub kebaikan (protagonisme) dan kutub keburukan (antagonisme).
Masing-masing dari kutub itu seperti magnet yang amat kuat,
ia akan selalu menarik diri kita untuk berada di dalamnya

Sejak awal mulanya kehidupan ini adalah dialektika yang tak terjangkau oleh kesanggupan kita untuk memikirkannya. Semua urusan yang ada di jagat raya kehidupan ini adalah kehendak-Nya. Kemutlakan yang sudah diurus dengan pasti oleh Sang Maha Pengatur Kehidupan untuk menjadi kemanfaatan bagi makhluk hidup yang ada di dalamnya.

Manusia sebagai salah satu makhluk yang ada di muka bumi adalah pemeroleh kemanfaatan yang luar biasa dibanding lainnya. Oleh akal pikiran serta hawa nafsu yang melekat dalam dirinya manusia menjadi paling utama untuk bisa merasakan arti nikmat kesenangan, pilunya kesedihan, atau ketercampakan diri yang membuat jiwa tak bermakna. Manusia adalah makhluk yang tidak hanya tahu arti kemenangan atau kekalahan, lebih dari itu, manusia menjadi tahu bagaimana memperjuangkan cara dalam rumusan tindakan untuk memenangkan sesuatu agar terhindar dari kekalahan yang hanya melahirkan kekecewaan.   

Dalam dialektika yang menghadirkan pasangan yang saling berlawanan, antara hitam dan putih, menang dan kalah, bangga dan memalukan, puas dan kecewa, serta perasaan-perasaan yang saling berkontradiksi lainnya membuat kita tak bisa mengelak dari dua kutub utama dalam proses dialektika itu, yakni kutub kebaikan (protagonisme) dan kutub keburukan (antagonisme). Masing-masing dari kutub itu seperti magnet yang amat kuat, selalu menarik diri kita untuk berada di dalamnya. Ketakutan akan kegagalanlah yang menjadikan kita bersedia berkompromi, bahkan untuk menjadi sosok antagonis sekalipun. Cara licik, curang, kotor, dan tindakan tak berprikemanusiaan lainnya adalah siasat antagonisme yang tanpa jeda mempengaruhi pikiran-pikiran untuk menjadi keputusan.

Maka itikad puasa kita adalah itikad seorang protagonis, yang selalu berpikir dan bertindak di ranah kebaikan semata. Dalam kesadaran berpuasa yang kita jalani, kita sangat mempercayai bahwa dalam hidup ini yang hanya perlu untuk kita rumuskan adalah ikhtiar kebaikan yang menjadi kesanggupan kita. Kesanggupan yang tak melampaui batas. Karena kita sangat meyakini bahwa yang besar dan tak masuk akal bagi kesanggupan kita sudah diurus sepenuhnya oleh Yang Maha Besar. Sebagaimana yang kita rasakan, udara diciptakan untuk selalu adil pada caranya mengirim angin kepada kita. Tak akan pernah ada sesuatu yang bisa kita elakkan bila sudah menjadi ketetapanNya. Bukankah yang baik dan yang buruk sudah jelas beda ganjarannya? Tak usah diterang-terangkan pun, yang namanya kebaikan atau keburukan itu akan menceritakan dirinya sendiri. Waktulah yang akan menagihnya.

Semoga puasa kita di hari ketigabelas ini makin membuat kita tahu cara memanfaatkan waktu. Karena tak akan pernah ada yang bisa mencegah waktu. Merugilah kita yang membiarkan waktu menceritakan tindakan antagonis yang kita lakukan.

Komentar0

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.